Enam Hal yang Merusak Amal
Dipublikasikan pada sabtu,31 januari 2015
khotib Jum’at : Ust.
Enjang Jamhuri, M.Pd.
الحمد لله الذي
علّم بالقلم علّم الإنسان مالم يعلم ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له
وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله لا نبي ولا رسول بعده .
اللهم صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى
آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبارٍكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى
آلِ مُحَمَّد كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
فيا أيها الناس اتقوا
الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز
المتقون. فقد قال الله تعالى فى كتابه الكريم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (الحشر: 18)
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة
الحسنة تمحها ، وخالق الناس بخلق حسن ) رواه الترمذي وقال: حديث حسن )
Ma’asyiral muslimin jama’ah sidang
shalat jum’at masjid Darussalam Rahimakumullahu,
Puji dan syukur marilah kita
panjatkan kepada Allah yang Maha Pengampun, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang nikmatnya tiada terbilang. Dari pagi hingga malam, dari gelap hingga
terang, hari berganti minggu datanglah bulan berganti tahun. Hingga sampai pada
kesempatan yang mulia ini kita berada di pertengahan bulan Dzulhijjah 1434 H.
kesempatan kenikmatan kekuatan yang Allah berikan kepada kita, marilah
sama-sama kita gunakan untuk senantiasa menghambakan diri kepada Allah Azza
wa Jalla.
Dalam kesempatan yang penuh
dengan rahmat dan ridha Allah, dengan rasa khusyu’, khudhu’ dan tawadhu’
kepada-Nya, marilah senantiasa kita tingkatkan nilai iman dan takwa kita kepada
Allah, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun kita berada. Sehingga
dengan konsep iman dan takwa yang terhunjam dalam hati sanubari yang paling
dalam dan senantiasa kita implementasikan dalam setiap langkah dan pekerjaan
kita, mudah-mudahan langkah dan pekerjaan kita mendapatkan ridha dan inayah
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin maa’syiral muslimin Rahimakumullahu
Dalam kehidupan
yang sangat fana ini, pada satu sisi manusia memiliki kewajiban untuk
menghambakan dirinya kepada Allah Ta’ala, namun disisi yang lain manusia
juga harus mempunyai kecerdasan untuk senantiasa menjaga, memelihara setiap
amal yang senantiasa ia laksanakan, baik yang sudah ia torehkan ataupun yang
sedang ia kerjakan. Jika dua hal ini sejalan, seiring, seirama, insya Allah
do’a yang senantiasa kita panjatkan kepada Allah Azza Wajalla “Rabbana
Aaatina Fid Dunya Hasanah wa fil Aakhirati Hasanah Wa Qina ‘Adzabannar,” akan
didengar dan dikabulkan Allah Ta’ala, jika keseimbangan antara investasi
amal dan menjaga amal kita jalankan sebaik mungkin.
Allah Ta’ala menyatakan
berulang kali dalam alquranul karim bahwa dunia ini hanyalah permainan, tipu
daya dan senda gurau, jika seseorang telah tertipu oleh indahnya dunia maka ia
akan nista di hari kemudian.
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ
غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرّاً ثُمَّ
يَكُونُ حُطَاماً وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (الحديد: 20)
“Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.” (Al
Hadid: 20)
Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam berwasiat kepada kita,
ستة أشياء تحبط الأعمال: الاشتغال بعيوب الخلق، وقسوة القلب، وحب
الدنيا، وقلة الحياء، وطول الأمل، وظالم لا ينتهي ( رواه عدي بن حاتم الطائي ،
نقله الألباني في السلسلة الضعيفة وحكم عنه بأنه : موضوع)
“Ada 6 perkara yang bisa
menggugurkan amalan; sibuk mencari aib manusia, kerasnya hati, cinta dunia,
sedikit malu, panjang angan-angan, dan kezaliman yang tiada habisnya… “
Pertama, Sibuk dengan
aib orang lain.
Mereka adalah manusia yang tidak
pandai menjaga lesannya, manusia yang dalam hidupnya disibukkan dengan mencari
aib orang lain, seperti ghibah, namimah (adu domba). Ini merupakan penyakit
rohani yang kelihatannya sepele dan kecil, namun dampaknya bisa menghancurkan
seluruh rangkaian amal yang telah kita investasikan selama hidup ini. Pantaslah
jika ada ibarat “beruntunglah orang yang disibukkan dengan aibnya sehingga
menjaga lesannya daripada mencari aib orang lain untuk menggunjing atau mengadu
domba kepada sesamanya. Mencari aib orang lain, tentu mempunyai tujuan yang
sangat negative, ingin menghancurkan nama baik dan sebagainya. Hal ini jelas
merupakan perilaku yang mengikis habis amal ibadah seseorang.
Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam berwasiat kepada kita,
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ
بَعْضًا
Dari Abu Musa dia berkata;
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Orang mukmin yang satu
dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling
mengokohkan.” (HR. Muslim)
Rasulullah juga bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ فِي
تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَ اشْتَكَى
مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin
dalam kasih sayang dan belas kasih serta cinta adalah seperti satu tubuh. Jika
satu bagian anggota tubuh sakit maka akan merasa sakit seluruh tubuh dengan
tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Kedua hadits di atas melukiskan
gambaran ideal umat Islam. Karena sesama muslim adalah saudara, maka ketika
diantara kita melihat aib saudaranya, maka fungsi dan tugasnya bukanlah
membeberkan, mencela ataupun menggunjingnya tetapi fungsi dan tugas kita adalah
harus menutupi aib saudara kita. Karena insya Allah, jika di dunia kita pandai
menutupi aib saudara kita, Allah pun akan menutupi aib kita. Orang lain
menyanjung dan memuji kita, karena orang lain tidak tahu aib dan kekurangan kita.
Siapa yang mengetahui aib kita? Hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya
masing-masing aib dan kekurangan kita karena Ia menutupi aib tersebut.
Kedua, Kerasnya hati
14 Abad silam, Islam turun di
semenanjung Arabia yang terkenal dengan masyarakat yang gemar mabuk, judi dan
zina. Sebagian besar diantara mereka punya karakter hati yang keras. Karenanya
Allah Ta’ala mengharamkan khamr dengan 3 proses tahapan.
Pertama dengan firman Allah:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu
tentang (meminum) khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia,” tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219)
Ayat ini turun pada masa
permulaan Islam, di mana iman Kaum Muslimin belumlah begitu kuat untuk dapat
meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan mereka yang
sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun ayat ini,
sebagian dari kaum Muslimin telah menghentikan meminum khamar karena ayat
tersebut telah menyebutkan adanya dosa besar pada perbuatan itu.
Tetapi sebagian lagi masih terus
meminum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat itu belum melarang mereka
dari perbuatan itu, apalagi karena Ia masih menyebutkan bahwa khamar itu
mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Kedua ialah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk.” (An Nisa’: 43)
Karena ayat ini melarang mereka
melakukan shalat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti bahwa mereka tidak dibolehkan
minum khamar sebelum shalat, supaya mereka dapat melakukan shalat itu di dalam
keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini, mereka tak dapat lagi meminum
khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya shalat Isyak, karena waktu Zuhur
dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang pendek. Demikian pula antara Asar
dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isyak. Apabila mereka meminum khamar
sesudah shalat Zuhur, atau Magrib niscaya tak cukup waktu untuk menunggu
sembuhnya mereka dari mabuk sehingga dengan demikian mereka tak akan dapat
melaksanakan shalat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah telah melarang mereka
melakukan shalat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang yang hendak meminum
khamar juga hanya mendapat kesempatan sesudah shalat Isyak dan sesudah shalat
Subuh. Karena jarak antara Isyak dan Subuh dan antara Subuh dan Zuhur adalah
cukup panjang.
Kemudian, setelah iman kaum
Muslimin semakin kuat dan telah matang jiwa mereka untuk dapat meninggalkan apa
yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90 surah Al-Maidah ini yang
memberikan ketegasan tentang haramnya meminum khamar, yaitu dengan mengatakan
bahwa meminum khamar, dan perbuatan lainnya itu adalah perbuatan kotor, haram
dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan oleh manusia yang beriman
kepada Allah Ta’ala. Dengan turunnya ayat ini, tertutuplah sudah semua
kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk meminum khamar.
Jika hati manusia tertutup, maka
masuklah bisikan syaitan ke dalam hatinya, yang timbul dalam hatinya adalah
rasa bangga dan lebih diantara yang lain. Jika manusia telah merasa lebih
diantara manusia lainnya, maka ia akan menjadi orang yang sombong. Sementara
sombong merupakan penghalang seseorang masuk surga karena akibat kesombongan
adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.
Ketiga, Cinta dunia
Mereka adalah manusia yang
terlalu cinta dengan dunia, pergi pagi pulang sore yang dituju hanyalah
kemewahan dunia, popularitas, kedudukan, jabatan, materi dan lainnya. Dia lupa
dengan shalat lima waktu berjama’ah, lupa dengan 2,5% dari pendapatannya untuk
berzakat dan bersedekah karena yang terdapat dalam benak pikirannya adalah
materi dan kehidupan dunia. Zaman sekarang tidak sedikit orang berlomba-lomba
untuk memperkaya diri dengan kemampuan akal yang dimilikinya.
Ketika duduk di kursi jabatan,
betapa hebatnya ia beribadah kepada Allah. Tapi ironisnya, ketika menjelang
jabatannya akan lengser atau dicopot dan lain sebagainya, yang ia lakukan
adalah kemusyrikan. Ia mencari tempat yang dianggap punya kekuatan, entah itu
ke gunung atau paranormal dan sebagainya. Inilah salah satu perilaku yang
banyak dilakukan manusia di negeri kita ini.
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 42)
“Dan janganlah kamu campur
adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak
itu, sedang kamu mengetahui.” (Al Baqarah:
42)
Banyak manusia hari ini yang
berkeyakinan bahwa yang penting adalah kaya dan terkenal, tetapi jalan yang
ditempuh menyimpang dari akidah Islam. Padahal telah jelas dalam Alquran
disebutkan,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang kami
sembah[6], dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7].” (Al Fatihah: 5)
[6] Na’budu diambil dari kata ‘ibaadat: kepatuhan dan
ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai
Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang
mutlak terhadapnya.
[7] Nasta’iin (minta
pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga
sendiri.
Dua hal ini adalah satu paket
dan tidak bisa dirubah. Namun kenyataannya banyak manusia yang beribadah kepada
Allah tapi meminta pertolongan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat, Manusia Yang Panjang
Angan-Angannya
Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu berkata: “Yang saya sangat khuatirkan atas kamu dua macam yaitu:
Panjang angan-angan dan menurut hawa nafsu. Karena panjang angan-angan itu
dapat melupakan akhirat dan menurutkan hawa nafsu itu menghalangi dari
kebenaran (hak).”
Panjang angan – angan disebabkan
oleh dua hal yaitu bodoh dan cinta dunia. Ketika seseorang cinta dunia dan
kenikmatannya, hatinya akan merasa berat meninggalkannya, sehingga tidak
terdorong untuk memikirkan kematian, bahkan hanya memikirkan dunia. Setiap
orang yang tidak menyukai satu hal, ia akan menolaknya, sedangkan hati manusia
pada umumnya lebih condong pada angan-angan yang batil. Oleh karena itu,
angan-angan yang muncul selalu ingin bersama sesuatu yang disenangi selamanya,
yakni abadi di dunia.
Hatinya terhenti sampai pada
pemikiran dunia saja. Ia lupa akan kematian, bahkan tidak sanggup mendengar
kata kematian. Ketika terlintas dipikirannya tentang kematian dan perlunya
bekal untuk menghadapinya, ia malah menangguhkannya dan bergumam, “Biarlah
dirimu beranjak dewasa baru bertaubat, begitu usia dewasa telah dimasukinya
hatinya berbisik lagi,“ “biarkanlah dirimu sampai tua.” “Begitu
usia tuanya telah tiba hatinya berbisik lagi, biarkanlah dirimu terlebih dahulu
memiliki rumah mewah dan perlengkapannya, atau engkau selesai membalas dendam
atau membiayai keluargamu … “ karena bisikan hatinya itu dia senantiasa
mengatakan “akan” dan menangguhkan mempersiapkan bekal untuk pasca
kematian. Akhirnya, penyesalan pun tidak dapat dihindarinya.
Pangkal panjang angan-angan
adalah kecintaan kepada dunia dan lupa terhadap sabda Rasulullah, “Cintailah
orang yang engkau cintai, (tetapi jangan lupa), engkau pasti akan berpisah
dengannya.”
Adanya penyebab panjang
angan-angan yang kedua yaitu kebodohan yang biasanya dimiliki oleh orang-orang
yang masih berusia muda. Karena kemudaannya seseorang menyangka bahwa kematian
jauh darinya. Ia tidak berpikir bahwa orang tua – tua ditempatnya jika dihitung
tidak akan mencapai 1/10 dari seluruh penduduk. Jumlah mereka sedikit karena
seringnya kasus kematian di usia muda. Satu orang tua renta yang mati,
bersamanya telah mati pula 1000 orang berusia muda dan anak-anak.
Terkadang orang menyangka bahwa
kematian jauh darinya hanya karena ia berbadan sehat. Ia pun menyangka bahwa
dirinya tidak akan mati tiba-tiba. Ia tidak tahu bahwa hal itu biasa saja
terjadi. Kalaupun dapat terhindar dari kematian yang secara tiba-tiba, ia tidak
dapat menghindari datangnya sakit yang secara tiba-tiba. Setiap penyakit pada dasarnya
datang secara tiba-tiba. Begitu ia sakit kematian mendekatinya. Seandainya
berpikir dan tahu bahwa kematian mendatangi seseorang tanpa pandang bulu dan
tanpa mengenal waktu. Yakni biasa datang kepada anak-anak , pemuda, orang tua;
bias datang di siang atau di malam hari, insting kematiannya akan besar
sehingga ia akan sibuk mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Sayangnya
kebodohan dan kecintaan dunia telah menggusurnya ke lembah panjang angan-angan
dan lalai akan dekatnya waktu kematian. Ia memang seering melihat orang mati
namun tidak pernah berpikir suatu ketika kematian itu datang menemuinya. Ia pun
sering mengantar jenazah ke kuburan, tapi tidak pernah berpikir suatu ketika
dialah yang diusung ke kuburan. Dengan demikian ungkapan “akan” yang keluar
melalui mulut seseorang merupakan suatu kebodohan. Dengan demikian, kiat untuk
meruntuhkan panjang angan-angannya sekaligus mengingat kematian adalah
mengambil pelajaran dari orang-orang yang mati mendahuluinya.
Kebodohan dapat diobati dengan
pemikiran hati yang jernih dan mendengar hikmah-hikmah yang disampaikan
orang-orang yang memiliki hati suci. Adapun mengobati orang yang terserang
penyakit cinta dunia sangat sukar dilakukan. Tidak ada obat untuk
menyembuhkannya, selain percaya pada hari kiamat, akhirat beserta
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi disana, yakni pahala dan siksa. Jika
kepercayaan ini mampu ditanamkan dalam hati, cinta akan dunia dengan sendirinya
akan berkurang. Alasannya, mencintai sesuatu yang mulia akan menggeser sesuatu
yang hina. Jika telah menyadari sepelenya dunia dan mulianya akhirat, seseorang
tidak akan membiarkan dirinya menoleh pada dunia beserta seluruh kesenangannya
walaupun dirayu akan diberi seluruh kekayaan bumi dari timur sampai barat.
Bagaimana mungkin ia akan terayu oleh dunia, sementara di dalam dadanya
tertancap keimanan pada akhirat?
Kelima, Kezaliman Yang
Tiada Habisnya
Mereka adalah manusia yang
berbuat zalim, baik zalim kepada Allah ataupun makhluk-Nya, termasuk dzalim
terhadap dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim:
7)
Ayat ini berkaitan dengan ayat
sebelumnya, yaitu surat Ibrahim ayat 6 yang mengisahkan tentang perkataan Nabi
Musa ‘Alaihissalam terhadap kaumnya dengan mengingatkan mereka tentang
besarnya nikmat Allah atas mereka.
Dalam ayat disebutkan:
Dan (ingatlah), ketika musa
berkata pada kaumnya: ”Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkanmu
dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siska yang
pedih, mereka menyembelih anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak perempuanmu
dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (Ibrahim (QS 14: 6).
Kemudian dilanjutkan ayat ini
yang memberikan dorongan agar bersyukur atas nikmat-Nya sekaligus menyebutkan
ancaman bagi orang-orang yang mengingkarinya. Syukur di wujudkan dengan hati,
lisan, dan perbuatan. Syukur dengan hati adalah mengetahui bahwa berbagai
kenikmatan tersebut berasal dari Allah juga dari yang lain. Syukur dengan lisan
adalah dengan memuji dan menyanjung memberi nikmat. Sedangkan bersyukur dengan
pebuatan adalah dengan menggunakan kenikmatan tersebut dengan bersikap loyal
dan rendah hati terhadap Allah Ta’ala.
Namun hari ini banyak manusia
yang merasa selalu kurang dan sering kufur nikmat. Karena sejauh banyak
diantara kita yang tidak cukup cerdas untuk konsisten memahami betapa rasa
syukur itulah yang akan membuat manusia menemukan cahaya illahi dalam
kehidupannya. Contoh sederhana adalah betapa nikmat Allah berupa adanya Oksigen
atau Zat Asam yang kita hirup untuk tetap hidup. Sampai saat ini tidak perlu
dibeli, namun kualitasnya dari waktu ke waktu semakin buruk karena ulah manusia
seperti polusi udara, penebangan hutan dan berbagai bentuk kerusakan yang
disebabkan oleh keserakahan manusia. Daerah yang semula berudara sejuk dan
nyaman untuk ditempati karena terletak di dataran tinggi, kini udaranya ketika
siang hari nyaris tidak berbeda dengan daerah dataran rendah atau tepian pantai
yang panas.
Untuk dapat mentasyakuri nikmat
Allah, harus dilakukan dengan mentafakuri betapa besar kasih sayang Allah.
Hal-hal kecil dan besar yang mungkin luput dari pandangan kita sebagai manusia
dapat diingatkan untuk selalu disyukuri. Jangan sampai kita menjadi hamba yang
hanya memakan nikmat dari Allah Ta’ala tapi tidak mau bersyukur padanya.
Dengan mensyukuri nikmat Allah Ta’ala
manusia akan mendapat berkah dan karunia yang lebih banyak lagi dari-NYA,
sebagaimana QS Ad-Dhuha ayat 11: “Dan terhadap Nikmat Tuhanmua, maka
hendaklah kamu menyebutNYA (dengan bersyukur).“ Demikian pula QS. Ar-Rahman
berkali-kali menyebutkan: “Maka Nikmat Rabb yang manalagi yang kamu
dustakan.“ Bila masih ada pertanyaan tentang adanya keraguan kita
untuk tidak mensyukuri nikmat Allah, baiknya berhenti sejenak dari kesibukan
dunia untuk menyadari betapa banyak nikmat Allah yang kita terima.
Keenam, Manusia Yang Sedikit
Rasa Malunya Terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي
رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا
لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ . [رواه البخاري]
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al
Anshary Al Badry Radhiallahu ‘Anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal
orang-orang dari ucapan Nabi-Nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak
malu berbuatlah sekehendakmu.” (Riwayat Bukhari)
Sabda beliau: “Berbuatlah
sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu :
1.
Berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana
sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu” Yang juga berarti ancaman, sebab
kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr
maka hendaklah dia (seperti) memotong-motong daging babi.” Tidak
berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.
2.
Hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari
Iman.” Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya
dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu
dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan
perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena
kesamaan pengaruhnya pada seseorang. Malu adalah ajaran para Nabi, sejak Nabi
pertama hingga Nabi terakhir, ada yang sudah sirna dan ada yang tidak. Di
antara ajaran yang tidak pernah sirna adalah rasa malu. Hal ini menunjukkan
bahwa rasa malu memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama. Oleh
karena itu harus mendapat perhatian yang mendalam.
Jika seseorang telah
meninggalkan rasa malu, maka jangan harap lagi (kebaikan) darinya sedikitpun.
Berbuat maksiat dilakukan dihadapan public, melakukan korupsi, nepotisme dan
sebagainya telah menjadi hal biasa karena hilangnya rasa malu.
Padahal Rasulullah menyatakan
bahwa malu merupakan bagian dari iman. Maksudnya, orang yang kehilangan rasa
malu sama halnya dengan ia telah kehilangan sebagian keimanannya. Otomatis jika
orang tersebut hanya memiliki sedikit saja rasa malu, ia juga hanya memiliki
keimanan yang kecil atau tipis. Ini yang melanda pemuda dan pemudi masa kini,
mereka sangat sedikit mempunyai rasa malu, sehingga keimanannya pun bisa
dikatakan lemah. Buka-bukaan dalam pengertian saling memperlihatkan aurat atau
kemaluan mereka. Karena mereka sangat sedikit mempunyai rasa malu, maka
kemaluan yang seharusnya di sembunyikan justru dibuka untuk orang yang bergelar
“KEKASIH”, atau pacar. Lain lagi dengan orang yang menyebunyikan kemaluannya
atau bisa menjaga kemaluannya/auratnya, dan hanya dipersembahkan kepada istri
atau suami mereka.
Orang sudah kehilangan rasa
malunya kepada Allah, akan melakukan perbuatan sesuka hatinya. Seandainya ia
masih mempunyai rasa malu kepada sesama manusia, ia akan menghindar dari
keramaian manusia yang lain. Dan ditempat persembunyiannya ia menjadi budak
nafsu setan, berzina dengan wanita pasangan yang juga telah kehilangan rasa malunya.
بارك الله لي ولكم في
القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم فتقبل منى ومنكم
تلاوته إنه هوالسميع العليم أقول قولي هذا أستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من
كل ذنب فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah ke dua
إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءُ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَعَوَاتِ وَيَآ قَاضِيَ
الحَاجَاتِ.
اللهم انصرمن نصرالدين
واخذل من خذل المسلمين، رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ
آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ . ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم
وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم برحمتك يا أرحم الراحمين
اللهم صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى
آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبارٍكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى
آلِ مُحَمَّد كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى ألِ إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ
وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءُ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَعَوَاتِ وَيَآ قَاضِيَ الحَاجَاتِ.
عباد الله ، إنّ الله
يأمر بالعدل والاحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم
لعلّكم تذكّرون